Jumat, 22 April 2011

MUSEUM GEOLOGI DAN TAMAN HUTAN H.DJUANDA

MUSEUM GEOLOGI

 

Museum Geologi didirikan pada tanggal 16 Mei 1928. Museum ini telah direnovasi dengan dana bantuan dari JICA (Japan International Cooperation Agency). Setelah mengalami renovasi, Museum Geologi dibuka kembali dan diresmikan oleh Wakil Presiden RI, Megawati Soekarnoputri pada tanggal 23 Agustus 2000. Sebagai salah satu monumen bersejarah, museum berada di bawah perlindungan pemerintah dan merupakan peninggalan nasional. Dalam Museum ini, tersimpan dan dikelola materi-materi geologi yang berlimpah, seperti fosil, batuan, mineral. Kesemuanya itu dikumpulkan selama kerja lapangan di Indonesia sejak 1850. Museum Geologi Bandung Jl. Diponegoro 57, Bandung.

Pengantar

Masa Penjajahan Belanda
               Keberadaan Museum Geologi berkaitan erat dengan sejarah penyelidikan geologi dan tambang di wilayah Nusantara yang dimulai sejak pertengahan abad ke-17 oleh para ahli Eropa. Setelah Eropa mengalami revolusi industri pada pertengahan abad ke-18, Eropa sangat membutuhkan bahan tambang sebagai bahan dasar industri. Pemerintah Belanda sadar akan pentingnya penguasaan bahan galian di wilayah Nusantara. Melalui hal ini, diharapkan perkembangan industri di Negeri Belanda dapat ditunjang. Maka, pada tahun 1850, dibentuklah Dienst van het Mijnwezen. Kelembagaan ini berganti nama jadi Dienst van den Mijnbouw pada tahun 1922, yang bertugas melakukan penyelidikan geologi serta sumberdaya mineral.
               Hasil penyelidikan yang berupa contoh-contoh batuan, mineral, fosil, laporan dan peta memerlukan tempat untuk penganalisaan dan penyimpanan,sehingga pada tahun 1928 Dienst van den Mijnbouw membangun gedung di Rembrandt Straat Bandung. Gedung tersebut pada awalnya bernama Geologisch Laboratorium yang kemudian juga disebut Geologisch Museum.
               Gedung Geologisch Laboratorium dirancang dengan gaya Art Deco oleh arsitek Ir. Menalda van Schouwenburg, dan dibangun selama 11 bulan dengan 300 pekerja serta menghabiskan dana sebesar 400 Gulden. Pembangunannya dimulai pada pertengahan tahun 1928 dan diresmikan pada tanggal 16 Mei 1929. 
               Peresmian tersebut bertepatan dengan penyelenggaraan Kongres Ilmu Pengetahuan Pasifik ke-4 (Fourth Pacific Science Congress) yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18-24 Mei 1929.

Masa Penjajahan Jepang

Sebagai akibat dari kekalahan pasukan Belanda dari pasukan Jepang pada perang dunia II, keberadaan Dienst van den Mijnbouw berakhir. Letjen. H. Ter Poorten (Panglima Tentara Sekutu di Hindia Belanda) atas nama Pemerintah Kolonial Belanda menyerahkan kekuasaan teritorial Indonesia kepada Letjen. H. Imamura (Panglima Tentara Jepang) pada tahun 1942. Penyerahan itu dilakukan di Kalijati, Subang. Dengan masuknya tentara Jepang ke Indonesia, Gedung Geologisch Laboratorium berpindah kepengurusannya dan diberi nama KOGYO ZIMUSHO. Setahun kemudian, berganti nama menjadi CHISHITSU CHOSACHO.
Selama masa pendudukan Jepang, pasukan Jepang mendidik dan melatih para pemuda Indonesia untuk menjadi: PETA (Pembela Tanah Air) dan HEIHO (pasukan pembantu bala tentara Jepang pada Perang Dunia II). Laporan hasil kegiatan di masa itu tidak banyak yang ditemukan, karena banyak dokumen (termasuk laporan hasil penyelidikan) yang dibumihanguskan tatkala pasukan Jepang mengalami kekalahan di mana-mana pada awal tahun 1945.

Masa Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, pengelolaan Museum Geologi berada dibawah Pusat Djawatan Tambang dan Geologi (PDTG/1945-1950). Pada tanggal 19 September 1945, pasukan sekutu pimpinan Amerika Serikat dan Inggris yang diboncengi oleh Netherlands Indiës Civil Administration (NICA) tiba di Indonesia. Mereka mendarat di Tanjungpriuk, Jakarta. Di Bandung, mereka berusaha menguasai kembali kantor PDTG yang sudah dikuasai oleh para pemerintah Indonesia. Tekanan yang dilancarkan oleh pasukan Belanda memaksa kantor PDTG dipindahkan ke Jl. Braga No. 3 dan No. 8, Bandung, pada tanggal 12 Desember 1945. Kepindahan kantor PDTG rupanya terdorong pula oleh gugurnya seorang pengemudi bernama Sakiman dalam rangka berjuang mempertahankan kantor PDTG. Pada waktu itu, Tentara Republik Indonesia Divisi III Siliwangi mendirikan Bagian Tambang, yang tenaganya diambil dari PDTG. Setelah kantor di Rembrandt Straat ditinggalkan oleh pegawai PDTG, pasukan Belanda mendirikan lagi kantor yang bernama Geologische Dienst ditempat yang sama.
Di mana-mana terjadi pertempuran. Maka, sejak Desember 1945 sampai dengan Desember 1949, yaitu selama 4 tahun berturut-turut, kantor PDTG terlunta-lunta berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Pemerintah Indonesia berusaha menyelamatkan dokumen-dokumen hasil penelitian geologi. Hal ini menyebabkan dokumen-dokumen tersebut harus berpindah tempat dari Bandung, ke Tasikmalaya, Solo, Magelang, Yogyakarta, dan baru kemudian, pada tahun 1950 dokumen-dokumen tersebut dapat dikembalikan ke Bandung.
Dalam usaha penyelamatan dokumen-dokumen tersebut, pada tanggal 7 Mei 1949, Kepala Pusat Jawatan Tambang dan Geologi, Arie Frederic Lasut, telah diculik dan dibunuh tentara Belanda. Ia telah gugur sebagai kusuma bangsa di Desa Pakem, Yogyakarta.
Sekembalinya ke Bandung, Museum Geologi mulai mendapat perhatian dari pemerintah RI. Hal ini terbukti pada tahun 1960, Museum Geologi dikunjungi oleh Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno.
Pengelolaan Museum Geologi yang semula berada dibawah PUSAT DJAWATAN TAMBANG DAN GEOLOGI (PDTG), berganti nama menjadi: Djawatan Pertambangan Republik Indonesia (1950-1952), Djawatan Geologi (1952-1956), Pusat Djawatan Geologi (1956-1957), Djawatan Geologi (1957-1963), Direktorat Geologi (1963-1978), Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (1978 - 2005), Pusat Survei Geologi (sejak akhir tahun 2005 hingga sekarang)
Seiring dengan perkembangan zaman, pada tahun 1999 Museum Geologi mendapat bantuan dari Pemerintah Jepang senilai 754,5 juta Yen untuk direnovasi. Setelah ditutup selama satu tahun, Museum Geologi dibuka kembali pada tanggal 20 Agustus 2000. Pembukaannya diresmikan oleh Wakil Presiden RI pada waktu itu, Ibu Megawati Soekarnoputri yang didampingi oleh Menteri Pertambangan dan Energi Bapak Susilo Bambang Yudhoyono.
Dengan penataan yang baru ini peragaan Museum Geologi terbagi menjadi 3 ruangan yang meliputi Sejarah Kehidupan, Geologi Indonesia, serta Geologi dan Kehidupan Manusia. Sedangkan untuk koleksi dokumentasi, tersedia sarana penyimpan koleksi yang lebih memadai. Diharapkan pengelolaan contoh koleksi di Museum Geologi akan dapat lebih mudah diakses oleh pengguna baik peneliti maupun grup industri.
Sejak tahun 2002 Museum Geologi yang statusnya merupakan Seksi Museum Geologi, telah dinaikkan menjadi UPT Museum Geologi. Untuk menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, dibentuklah 2 seksi dan 1 SubBag yaitu Seksi Peragaan, Seksi Dokumentasi, dan SubBag Tatausaha. Guna lebih mengoptimalkan perananya sebagai lembaga yang memasyarakatkan ilmu geologi, Museum Geologi juga mengadakan kegiatan antara lain penyuluhan, pameran, seminar serta kegiatan survei penelitian untuk pengembangan peragaan dan dokumentasi koleksi.
Pergeseran fungsi museum, seirama dengan kemajuan teknologi, menjadikan museum geologi sebagai :
  • Tempat pendidikan luar sekolah yang berkaitan dengan bumi dan usaha pelestariannya.
  • Tempat orang melakukan kajian awal sebelum penelitian lapangan. Dimana Museum Geologi sebagai pusat informasi ilmu kebumian yang menggambarkan keadaan geologi bumi Indonesia dalam bentuk kumpulan peraga.
  • Objek geowisata yang menarik.

Pembagian Lantai dan Ruangan

Museum Geologi terbagi menjadi beberapa ruang pamer yang menempati lantai I dan II. Berikut ini merupakan ruangan-ruangan yang berada di kedua lantai Museum Geologi serta fungsi dan isi dari ruangan tersebut.

Lantai I

Terbagi menjadi 3 ruang utama : Ruang orientasi di bagian tengah, Ruang Sayap Barat dan Ruang Sayap Timur. Ruang Orientasi berisi peta geografi Indonesia dalam bentuk relief layar lebar yang menayangkan kegiatan geologi dan museum dalam bentuk animasi, bilik pelayanan informasi museum serta bilik pelayanan pendidikan dan penelitian. Sementara, Ruang Sayap Barat, dikenal sebagai Ruang Geologi Indonesia, yang terdiri dari beberapa bilik yang menyajikan informasi tentang :
  • Hipotesis terjadinya bumi di dalam sistem tata surya.
  • Tatanan tektonik regional yang membentuk geologi Indonesia; diujudkan dalam bentuk maket model gerakan lempeng-lempeng kulit bumi aktif
  • Keadaan geologi sumatera,Jawa, Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara serta Irian Jaya
  • Fosil fosil serta sejarah manusia menurut evolusi Darwin juga terdapat di sini
Selain maket dan panel-panel informasi, masing-masing bilik di ruangan ini juga memamerkan beragam jenis batuan (beku, sedimen, malihan) dan sumber daya mineral yang ada di setiap daerah. Dunia batuan dan mineral menempati bilik di sebelah baratnya, yang memamerkan beragam jenis batuan, mineral dan susunan kristalografi dalam bentuk panel dan peraga asli. Masih di dalam ruangan yang sama, dipamerkan kegiatan penelitian geologi Indonesia termasuk jenis-jenis peralatan/perlengkapan lapangan, sarana pemetaan dan penelitian serta hasil akhir kegiatan seperti peta (geolologi, geofisika, gunung api, geomorfologi, seismotektonik dan segalanya) dan publikasi-publikasi sebagai sarana pemasyarakan data dan informasi geologi Indonesia. Ujung ruang sayap barat adalah ruang kegunung apian, yang mempertunjukkan keadaan beberapa gunungapi aktif di Indonesia seperti : Tangkuban Perahu, Krakatau, Galunggung, Merapi dan Batu. Selain panel-panel informasi ruangan ini dilengkapi dengan maket kompleks Gunungapi Bromo-Kelut-Semeru. Beberapa contoh batuan hasil kegiatan gunung api tertata dalam lemari kaca.
Ruang Sayap Timur Ruangan yang mengambarkan sejarah pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup, dari primitif hingga modern, yang mendiami planet bumi ini dikenal sebagai ruang sejarah kehidupan. Panel-panel gambar yang menghiasi dinding ruangan diawali dengan informasi tentang keadaan bumi yang terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun lalu, dimana makhluk hidup yang paling primitiv pun belum ditemukan. Beberapa miliar tahun sesudahnya, disaat bumi sudah mulai tenang, lingkungannya mendukung perkembangan beberapa jenis tumbuhan bersel-tunggal, yang keberadaan terekam dalam bentuk fosil Reptilia bertulang-belakang berukuran besar yang hidup menguasai Masa Mesozoikum Tengah hingga Akhir (210-65 juta tahun lalu) diperagakan dalam bentuk replika fosil Tyrannosaurus Rex Osborn (Jenis kadal buas pemakan daging) yang panjangnya mencapai 19 m, tinggi 6,5 m dan berat 8 ton. Kehidupan awal di bumi yang dimulai sekitar 3 miliar tahun lalu selanjutnya berkembang dan berevolusi hingga sekarang. Jejak evolusi mamalia yang hidup pada zaman Tersier (6,5-1,7 juta tahun lalu) dan Kuarter (1,7 juta tahun lalu hingga sekarang) di Indonesia terekam baik melalui fosil-fosil binatang menyusui (gajah, badak, kerbau, kuda nil) dan hominid yang ditemukan pada lapisan tanah di beberapa tempat khususnya di Pulau Jawa.
Kumpulan fosil tengkorak manusia-purba yang ditemukan di Indonesia (Homo erectus P. VIII) dan di beberapa tempat lainnya di dunia terkoleksi dalam bentuk replikanya. Begitu pula dengan artefak yang dipergunkan, yang mencirikan perkembangan kebudayaan-purba dari waktu ke waktu. Penampang stratigrafi sedimen Kuarter daerah Sangiran (Solo, Jawa Tengah), Trinil dan Mojokerto (Jawa Timur) yang sangat berarti dalam pengungkap sejarah dan evolusi manusia-purba diperagakan dalam bentuk panel dan maket.
Sejarah pembentukan Danau Bandung yang melegenda itu ditampilkan dalam bentuk panel di ujung ruangan. Fosil ular dan ikan yang ditemukan pada lapisan tanah bekas Danau Bandung serta artefak diperagakan dalam bentuk aslinya. Artefak yang terkumpul dari beberapa tempat di pinggiran Danau Bandung menunjukkan bahwa sekitar 6000 tahun lalu danau tersebut pernah dihuni oleh manusia prasejarah. Informasi lengkap tentang fosil dan sisa-sisa kehidupan masa lalu ditempatkan pada bilik tersendiri di Ruang Sejarah Kehidupan. Informasi yang disampaikan diantaranya adalah proses pembentukan fosil, termasuk batubara dan minyak bumi, selain keadaan lingkungan-purba.

Lantai II

Terbagi menjadi 3 ruangan utama: ruang barat, ruang tengah dan ruang timur
Ruang barat (dipakai oleh staf museum)
Sementara ruang tengah dan ruang timur di lantai II yang digunakan untuk peragaan dikenal sebagai ruang geologi untuk kehidupan manusia.
Ruang Tengah Berisi maket pertambangan emas terbesar di dunia, yang terletak di Pegunungan Tengan Irian Jaya. Tambang terbuka Gransberg yang mempunyai cadangan sekitar 1,186 miliar ton; dengan kandungan tembaga 1,02%, emas 1,19 gram/ton dan perak 3 gram/ton. Gabungan beberapa tambang terbuka dan tambang bawahtanah aktif di sekitarnya memberikan cadangan bijih sebanyak 2,5 miliar ton. Bekas Tambang Ertsberg (Gunung Bijih) di sebelah tenggara Grasberg yang ditutup pada tahun 1988 merupakan situs geologi dan tambang yang dapat dimanfaatkan serta dikembangkan menjadi objek geowisata yang menarik. Beberapa contoh batuan asal Irian Jaya (Papua) tertata dan terpamer dalam lemari kaca di sekitar maket. Miniatur menara pemboran minyak dan gas bumi juga diperagakan di sini.
Ruang Timur Terbagi menjadi 7 ruangan kecil, yang kesemuanya memberikan informasi tentang aspek positif dan negatif tataan geologi bagi kehidupan manusia, khususnya di Indonesia.
  • Ruang 1 menyajikan informasi tentang manfaat dan kegunaan mineral atau batu bagi manusia, serta panel gambar sebaran sumberdaya mineral di Indonesia.
  • Ruang 2 menampilkan rekaman kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral
  • Ruang 3 berisi informasi tentang pemakaian mineral dalam kehidupan sehari-hari, baik secara tradisional maupun modern.
  • Ruang 4 menunjukkan cara pengolahan dan pengelolaan komoditi mineral dan energi
  • Ruang 5 memaparkan informasi tentang berbagai jenis bahaya geologi (aspek negatif) seperti tanah longksor, letusas gunungapi dan sebagainya.
  • Ruang 6 menyajikan informasi tentang aspek positif geologi terutama berkaitan dengan gejala kegunungapian.
  • Ruang 7 menjelaskan tentang sumberdaya air dan pemanfaatannya, juga pengaruh lingkungan terhadap kelestarian sumberdaya tersebut.


LIMA JENIS BATUAN YANG TERDAPAT DI MUSEUM GEOLOGI
Museum GeologiMuseum Geologi

Gambar disamping adalah gambar batu Amethyst/ Batu kecubung. Ini adalah foto batu amatist, yg kuambil sendiri di musium geologi Bandung.

Batu kecubung atau ametist merupakan jenis batuan mineral kuarsa. Amatist biasanya berwarna ungu sampai merah muda. Dalam sejarah, ungu merupakan warna yang digunakan oleh raja, ratu dan anggota keluarga kerajaan lain. Karena itulah, para penguasa sering memiliki berlian yang terbuat dari amatist. Dalam dunia astrology, batu amatist dihubungkan dengan zodiak Pisces.

Nama batu ametis berasal dari bahasa Yunani yang artinya “tidak mabuk”. Batu ametis sering dikaitkan dengan dewa anggur dan katanya jika meminum air atau minuman alkohol yang ada di gelas terbuat dari batu ametis akan membantu si peminum supaya tidak keracunan atau mabuk, dan batu ametis tersebut juga akan mencegah supaya tidak ketagihan atau kecanduan. Batu ametis juga pernah lebih berharga dari pada batu intan dan pada umumnya batu ametis akan bersinar terang setelah sekian lama dijemur.
Batuan disamping adalah Lumpang batu untuk menghancurkan batuan yang mengandung mineral emas.
Koleksi Museum Geologi Bandung (Dok. Nanang Saptono).
Artefak batu yang ditemukan di situs Ratu Balaw berupa bongkah batu dengan salah satu permukaannya halus, batu pipisan, dan batu berbentuk kotak memanjang dalam jumlah banyak mungkin merupakan sisa aktivitas penambangan emas. Beberapa bongkah batu yang salah satu permukaannya halus merupakan sisa peralatan untuk menghancurkan batuan yang mengandung bijih emas. Batuan yang sudah dihancurkan selanjutnya dihaluskan menggunakan batu pipisan dan batu berbentuk kotak memanjang. Batuan yang sudah dihaluskan kemudian baru didulang. Teknik penambangan demikian ini menunjukkan bahwa emas yang ditambang di situs Ratu Balaw merupakan emas primer. Kemungkinan lain yaitu bijih emas yang terdapat pada aliran Way Balaw atau Way Awi langsung didulang. Dengan demikian emas yang ditambang merupakan emas plaser.
Museum GeologiGambar disamping memberikan keterangannya berbunyi Ammonoid (berbentuk spiral) dan Nautiloid (berbentuk lurus), sejenis batuan dan batu kapur yang berasal dari daerah Maroko.





Museum Geologi












FOSIL YANG TERDAPAT DI MUSEUM GEOLOGI

Sangiran - dikukuhkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO (1996), terletak 15 km utara Solo. Ekskavasi Sangiran pada mulanya dilakukan oleh R.G.H. von Koenigswald (1936-1941), kemudian dilanjutkan oleh Prof.Sartono Sastrohamidjojo (ITB) dan Prof.Teuku Jacob (UGM). Salah satu primadona dari situs ini adalah Sangiran 17 (S-17), fosil tengkorak Homo erectus paling utuh yang ditemukan Bpk.Tiwokromo pada tahun 1969. Fosil dideskripsi oleh Prof.Sartono (1971) sebagai Pithecanthropus 8 (P-VIII) atau dikenal juga sebagai Sangiran 17. S-17 diperkirakan berusia 700.000-800.000 tahun.


Berbagai macam koleksi dari dunia binatang.
Museum Geologi



Museum Geologi
Sebuah koleksi fosil ular Python reticulatus, yang berusia 30.000 – 40.000 tahun.





Museum GeologiSebuah fosil badak yang telah direkonstruksi.






Museum GeologiSebuah replika fosil Dinosaurus yang sangat mengesankan dan beberapa koleksi lain diperlihatkan di bawah ini, dan masih banyak lagi yang lain.

Museum Geologi




Museum Geologi







Trinil - 11 km di barat kota Ngawi, Jawa Timur, merupakan lokasi penemuan fosil Pithecanthropus (sekarang Homo erectus) pertama pada 1891 oleh Eugene Dubois, ahli anatomi dan orang pertama yang melakukan ekskavasi fosil di Indonesia (Hindia Belanda pada saat itu) dalam upayanya menemukan fosil transisi (the missing link). Fosil tengkorak ini diberi kode Pithecanthropus I (P-I).


                                                                                   


Gambar fosil binatang kudanil











TAMAN HUTAN H. DJUANDA


Monumen Ir. H. Djuanda, terletak di Plaza Kebun Raya Bukit Pakar. Di tengah hiruk-pikuknya wisata kuliner dan belanja, Bandung sebenarnya masih memiliki TAHURA – Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yang juga dikenal dengan sebutan Dago Pakar, sebuah objek wisata alam dan sejarah yang terletak di tengah kawasan Dago. Situs yang mulai diresmikan sebagai Kebun Raya atau Hutan Rekreasi pada tanggal 23 Juli 1965 oleh Gubernur Kepda Dt.1 Jawa Barat Brigjen Mashudi ini sebenarnya merupakan salah satu situs penting dalam perjalanan kehidupan manusia prasejarah yang bermukim di tepian Danau Bandung Purba.

Curug OmasCurug Omas

Salah satu yang menarik adalah Curug Omas. Sepanjang perjalanan menuju Air Terjun Omas atau Curug Omas dari gerbang IV, Anda akan menikmati rimbunnya pepohonan yang ada di kiri kanan jalan setapak yang sudah berbatu sehingga perjalananan Anda tidak terlalu berat. Sebelah kanan merupakan dinding tanah yang banyak ditumbuhi pepohonan, sedangkan pada sisi sebelah kiri terdapat pepohonan sebagai pembatas dengan jalan yang ada di bagian bawah. Jalan tidak terlalu menanjak jadi tidak akan menyulitkan Anda. Secara keseluruhan, Taman Hutan Raya ini berada di ketinggian 770 sampai 1330 diatas permukaan laut.

Anda tidak perlu merasa takut kelelahan untuk mencapai Curug Omas karena Anda dapat naik ojek motor yang akan mengantar Anda lebih dekat ke Air Terjun Omas. Ojek motor biasanya akan lewat dan menawarkan jasanya khususnya jika mereka melihat wanita atau orang tua yang biasanya tidak kuat berjalan jauh. Tapi, jika fisik masih kuat, rasanya lebih nikmat berjalan kaki, karena Anda dapat melihat hijaunya dedaunan dengan lebih lama dan merasakan sejuknya udara pegunungan.

Sampai di ujung jalan berbatu terdapat pangkalan ojek, disinilah tempat terakhir ojek motor dapat mengantar. Medan selanjutnya adalah menuruni anak tangga tanah. Jika sehabis hujan sebaiknya Anda berhati-hati agar tidak tergelincir.

Menuruni jalan yang sedikit berkelok-kelok, Anda akan sampai pada sebuah jembatan dengan sisinya dipagari besi berwarna merah. Pada sisi kiri dari jembatan, pada bagian yang lebih atas terdapat sungai yang mengantarkan air dan kemudian dijatuhkan ke bawah. Sungai yang bernama Cikapundung ini menjatuhkan volume air yang banyak dari ketinggian 30 meter sehingga membentuk air terjun. Inilah Curug Omas. Di bawah jembatan inilah terdapat Air Terjun Omas atau Curug Omas.

Banyak pengunjung yang berhenti di jembatan ini untuk menikmati suara air terjun, melihat derasnya air yang jatuh ke bawah dan merasakan segarnya percikan-percikan air terjun ini. Tapi, sebaiknya Anda bergantian jika ingin berlama-lama di atas jembatan ini, karena pada ujung jembatan tertulis peringatan agar hanya ada 5 orang saja di atas jembatan. Ini merupakan perlindungan agar jembatan tidak kelebihan beban.

Sayangnya, di Air Terjun Omas ini pengunjung tidak dapat menikmati segarnya air terjun secara langsung. Pengunjung tidak dapat mandi di air terjun ini. Pagar-pagar besi melindungi pengunjung dari air terjun ini. Rasanya memang tidak mungkin karena dasar air terjun ini ada di bawah jembatan dengan banyak batu dan air yang kelihatannya dalam.

Jika Anda ingin melihat air terjun dengan posisi lebih bawah, Anda dapat menuruni tangga-tangga berbatu yang ada di sebelah kanan jembatan. Setelah sampai di akhir tangga, pada sebelah kanan terdapat jembatan yang sudah ditutup dan ditumbuhi pepohonan liar. Sebaiknya, jangan terlalu ke tengah jembatan dan jangan terlalu banyak orang diatas jembatan karena kayu jembatan terlihat rapuh. Untuk amannya, Anda dapat memandang air terjun dari rerumputan sebelum jembatan ini. Melihat air terjun di tempat ini lebih indah, karena dapat dengan lebih jelas melihat besarnya air terjun dan banyaknya air yang jatuh.

Setelah menyeberangi jembatan merah yang berada tepat diatas Air Terjun Omas, Anda dapat menikmati suasana nyaman dengan duduk-duduk di bawah pohon-pohon yang tinggi sambil memandang sungai atau air terjun. Terdapat kios-kios yang menjual makanan dan anak-anak yang menawarkan tikarnya untuk disewa. Ada juga tembok yang berisi foto-foto dari tempat-tempat menarik yang ada disini.

Pada pepohonan disini juga terdapat monyet atau kera ekor panjang. Mereka umumnya ada di tempat yang jauh dari manusia. Mereka akan mencari sisa-sisa makanan yang berceceran. Monyet-monyet ini akan pergi jika kita mendekatinya. Jadi, jika ingin melihat tingkah lucunya, jangan terlalu dekat dengan mereka.

 Maribaya
Tidak jauh dari Air Terjun Omas, Anda dapat menikmati pemandian air panas Maribaya. Untuk masuk ke tempat ini, Anda harus membayar tiket Rp 3.000,-. Di pemandian ini, Anda dapat berendam di kolam beramai-ramai atau pada kamar mandi yang lebih tertutup.
Maribaya merupakan salah satu tempat permandian air panas yang terkenal di daerah Bandung sebelum ada permandian air panas Ciater atau Sari Ater. Lokasi ini menjadi obyek wisata sejak jaman Belanda. Mulai ada sejak akhir abad ke-19 dan menjadi lokasi favorit hingga tahun 1980-an untuk berendam air panas.

Sejarah Singkat

Menurut Pusat Informasi TAHURA Ir. H, Djuanda, pada 11.000 tahun yang lalu ketika Gunung Tangkubanparahu terbentuk, aliran lavanya mencapai kawasan Pakar dan kemudian membentuk batuan Basal hitam yang memiliki tekstur berkristal sangat halus. Batuan Basal hitam tersebut banyak ditemukan di kawasan bukit Pakar. 5000 tahun kemudian atau 6000 tahun yang lalu, setelah peristiwa letusan gunung Tangkubanparahu, Danau Bandung Purba mulai terbentuk. Prosesnya bermula dari penyumbatan aliran sungai Citarum di daerah Padalarang oleh aliran lava dari gunung Tangkubanparahu. Di tepian Danau Bandung Purba inilah manusia prasejarah bermukim  dan memulai kebudayaannya. Salah satu tempat penting di dalam kebudayaan masyarakat prasejarah yang bermukim di tepian Danau Bandung Purba tersebut adalah daerah Pakar, nama daerah itu sendiri berasal dari kata Pakarang yang berarti senjata. Diduga pada zaman prasejarah tersebut, kawasan Pakar merupakan tempat untuk membuat senjata sebagai alat berburu atau perkakas untuk mendukung kehidupan sehari-hari. Asumsi di atas tentunya bukan tanpa alasan, ada berbagai temuan yang menjadi bukti untuk memperkuat asumsi tersebut, antara lain ; Lava Basal dari gunung Tangkubanparahu, piranti batu, fosil ikan purba dari Cililin, cetakan mata tombak – berbahan tembikar, gelang perunggu, mata panah – berbahan obsidian, kapak batu, serta mata tombak – berbahan perunggu.
Sebagai hutan lindung tentu saja TAHURA Ir. H. Djuanda memiliki berbagai variasi flora dan fauna. Tercatat ada 2500 pohon dari 40 familia dan 108 spesies, yang berasal bukan hanya dari Indonesia saja tetapi juga dari Birma, India, Jepang, Malaysia, Filipina, Srilanka, Afrika Tropis serta Amerika Tropis. Sedangkan fauna yang terdapat di kebun raya ini terdiri dari 3 spesies mamalia, 27 spesies burung dan 8 spesies ikan, semuanya spesies asli Indonesia.
Selain salah satu situs penting dalam kebudayaan masyarakat prasejarah Indonesia, bukit Pakar ini pun merupakan saksi sejarah era kolonial dulu. Ada dua buah situs utama yang sering dikunjungi para pelancong jika berpelesir ke TAHURA ini, yaitu Goa Belanda dan Goa Jepang. Dari kedua goa tersebut, Goa Belanda-lah yang paling tua. Goa tersebut dibangun pada tahun 1918. Awalnya terowongan yang kerap kali disebut Goa tersebut difungsikan sebagai terowongan air untuk PLTA bengkok. Ketika Perang Dunia ke-2 meletus, sekitar tahun 1941, terowongan tersebut dialihfungsikan menjadi terowongan untuk stasiun telokomunikasi serta pusat komunikasi rahasia bala tentara kerajaan Belanda. Peninggalan berbagai alat-alat pun masih dapat dilihat di Goa ini, seperti penerangan di langit-langit goa – yang sebenarnya masih berfungsi baik jika ada proses perbaikan, stasiun radio pemancar serta jalur kereta – lori yang terletak di lantai Goa. Masih pada masa-masa perang, tentara kerajaan Belanda pun mempergunakan lokasi bukit PAKAR sebagai markas atau benteng militernya, hal ini karena melihat letak geografis perbukitan Pakar yang membentuk benteng alami serta bagus untuk strategi militer Belanda yang pada saat itu dalam posisi bertahan. Pada era kemerdekaan lokasi ini pun dialihfungsikan kembali, kali ini menjadi gudang mesiu oleh para tentara Republik Indonesia. Situs lain yang terdapat di TAHURA ini adalah Goa Jepang. Goa yang didirikan pada tahun 1942 ini terletak sekitar 150 meter dari Goa Belanda. Fungsi utama dari Goa Jepang ini adalah sebagai pertahanan para serdadu Jepang dari serbuan tentara sekutu. Meskipun dibangun untuk kepentingan militer Jepang, namun orang-orang pribumi-lah yang mengerjakan semuanya dengan sistem kerja paksa yang dikenal dengan istilah Romusha.
Goa Belanda memiliki lima buah lorong, lorong utama untuk tembusan air PLTA, lorong kedua berfungsi sebagai ventilasi, lorong ketiga berfungsi mendistribusikan logistik, lorong keempat berfungsi sebagai sel tahanan dan yang kelima sebagai lorong pemeriksaan.

Masa Sekarang

Mulai sejak era orde lama hingga era reformasi kini, hutan raya yang sempat berfungsi sebagai benteng pertahanan tersebut dialihfungsikan menjadi hutan lindung sekaligus hutan rekreasi. Selain Goa Belanda dan Goa Jepang ada pula Curug OmasMaribaya yang dapat diakses melalui situs ini ada pula Curug Lalay, Curug Kidal dan Curug Koleang. Di samping itu, berbagai fasilitas seperti Guest House, Open Stage, Plaza – Monumen Ir. H. Djuanda, Jogging Trek, Green House, Taman Bermain serta Flying Fox pun ditambahkan untuk melengkapi situs ini, terdapat pula Museum sebagai pusat informasi dari TAHURA Ir. H. Djuanda.
Pada umumnya para pelancong lokal banyak yang memanfaatkan fasilitas Jogging Trek yang ada di situs wisata ini. Sepanjang jalurnya sudah dipasangi Paving Blok serta terdapat Saung-saung kecil untuk peristirahatan. Fasilitas ini memang sangat menarik untuk dicoba, melihat sepanjang jalurnya yang kurang lebih berjarak 5 km menyajikan keelokan panorama bukit Pakar hingga nantinya berakhir di Curug Omas – Maribaya, Lembang. Cocok sekali bagi anda para penggemar Ecowisata. Para pelancong lain biasanya memilih untuk menjelajahi kedalaman Goa Belanda atau Jepang, tentu saja dengan tidak melewatkan kesempatan mengabadikan momen melalui bidikan-bidikan lensa kamera. Bagi mereka yang berpelesir dengan keluarga, biasanya mereka memanjakan anak-anaknya untuk bermain di Taman Bermain atau mencoba fasilitas outbond.
TAHURA Ir. H. Djuanda pada awalnya termasuk dalam salah satu kawasan hutan lindung Gunung Pulosari. Namun kemudian pada tanggal 14 Januari 1985, Taman Hutan Raya tersebut diresmikan kembali dengan nama Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda sebagai sebuah penghormatan bagi beliau yang merupakan pahlawan bangsa dari Tatar Pasundan. Ada harapan yang dititipkan seiring dengan penamaan hutan lindung tersebut – Semoga jiwa dan semangat nasionalisme Ir. H. Djuanda selalu hidup dan menjadi suri tauladan generasi yang akan datang.
Goa Jepang yang dibangun pada tahun 1942 untuk kepentingan militer Jepang didirikan oleh kerja keras para pribumi dengan sistem kerja paksa "Romusha". Pada zaman kolonial dulu, Belanda melihat potensi bukit Pakar sebagai sebuah benteng alam yang kokoh, tak heran jika militer kerajaan Belanda mempergunakan kawasan tersebut sebagai basis pertahanan dari pasukan Jepang. Begitu pun dengan para serdadu negeri Matahari Terbit setelah mereka mengambil alih Indonesia dari tangan Belanda. Pada masa sekarang ini, meskipun tidak dipergunakan sebagai basis pertahanan militer oleh TNI, namun kawasan bukit Pakar ini masih memainkan perannya sebagai benteng yang kokoh. Bukan sebagai benteng pertahanan militer, tetapi sebagai benteng yang melindungi alam bukit Pakar dengan berbagai varietas flora dan fauna di dalamnya serta berbagai peninggalan sejarah termasuk melindungi semangat dan jiwa nasionalisme Ir. H. Djuanda. Sebagai benteng alam, TAHURA Ir. H. Djuanda yang terletak di kawasan kota tentunya menjadi benteng hijau terakhir – The last green fortress di tengah hiruk-pikuk Bandung sebagai kota metropolitan.
GOA BELANDA
Semula kawasan yang sekarang ditetapkan sebagai Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah bentangan pegunungan dari barat sampai ke timur yang merupakan tangki "air raksasa alamiah" untuk cadangan di musim kemarau. Di daerah Aliran Sungai Cikapundung yang ada di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda pada masa pendudukan Belanda dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok yang merupakan PLTA pertama di Indonesia pada tahun 1918, dimana terowongan tersebut melewati Perbukitan batu pasir tufaan.
Pada masa pendudukan Belanda, perbukitan Pakar ini sangat menarik bagi strategi militer, karena lokasinya yang terlindung dan begitu dekat dengan pusat kota Bandung. Menjelang perang dunia II pada awal tahun 1941 kegiatan militer Belanda makin meningkat. Dalam terowongan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok sepanjang 144 meter lebar 1,8 m, dibangunanlah jaringan goa sebanyak 15 lorong dan 2 pintu masuk setinggi 3,20 m, luas pelataran yang dipakai goa adalah 0,6 hektar dan luas seluruh goa berikut lorongnya adalah 547 meter. Selain untuk kegiatan militer, bangunan Goa ini digunakan untuk stasion radio telekomunikasi Belanda, karena stasion radio yang ada di Gunung Malabar terbuka dari udara, tidak mungkin dilindungi dan dipertahankan dari serangan udara.
Meskipun akhirnya belum terpakai secara optimal, namun pada awal perang dunia II dari station radio komunikasi inilah Panglima Perang Hindia Belanda Letnan Jendral Ter Poorten melalui Laksamana Madya Helfrich dapat berhubungan dengan Panglima Armada Sekutu Laksamana Muda Karel Doorman untuk mencegah masuknya Angkatan Laut Kerajaan Jepang yang mengangkut pasukan mendarat di Pulau Jawa. Sayang sekali usaha ini gagal dan seluruh pasukan berhasil mendarat dengan selamat dibawah komando Letnan Jendral Hitosi Imamura.
Saluran/terowongan berupa jaringan goa di dalam perbukitan ini dinamakan Goa Belanda. Pada masa kemerdekaan Goa ini pernah dipakai atau dimanfaatkan sebagai gudang mesiu oleh tentara Indonesia. Goa Belanda saat ini dapat dimasuki dengan aman dan dijadikan sebagai tempat wisata yang penuh dengan nilai sejarahnya.
Halaman depan Goa Belanda yang luas dan perbukitan yang tinggi di sekitar Goa Belanda membuat kita merasa 'kecil' dan mensyukuri betapa besarnya anugerah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa .

GOA JEPANG


Tanggal 10 Maret 1942 dengan resmi angkatan Perang Hindia Belanda dengan pemerintah sipilnya menyerah tanpa syarat kepada Bala tentara Kerajaan Jepang dengan upacara sederhana di Balai Kota Bandung. Setelah upacara Panglima Perang Hindia Belanda Letnan Jendral Ter Poorten dan Gubernur Jendral Tjarda Van Starkenborgh ditawan di Mansyuria sampai perang dunia II selesai.
Begitu intalasi militer Hindia Belanda dikuasai seluruhnya maka tertara Jepang membangun jaringan Goa tambahan untuk kepentingan pertahanan di Pakar, dimana letaknya tidak jauh dari Goa Belanda. Konon pembangunan Goa ini dilakukan oleh para tenaga kerja secara paksa yang pada saat itu disebut "romusa" atau "nala karta" Goa tambahan ini yang terdapat di daerah perbukitan Pakar tepatnya berada dalam wilayah Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda mempunyai 4 pintu dan 2 saluran udara.
Dilihat dari lokasi, dan bentuknya Goa ini diperkirakan berkaitan dengan kegiatan dan fungsi strategis kemiliteran. Lorong-lorong dan ruang-ruang yang terdapat pada Goa ini dapat dipergunakan sebagai markas, maupun tempat penyimpanan peralatan dan logistik. Selama Pendudukan Jepang di Indonesia, daerah Pakar yang sekarang Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dipergunakan untuk kepentingan militer dan tertutup untuk masyarakat.
Goa tambahan yang dibangun pada masa pendudukan jepang dinamakan Goa Jepang. Goa Jepang saat ini dapat dimasuki dengan aman dan dijadikan sebagai tempat wisata yang penuh pesona karena alam sekitarnya yang sangat indah dan memiliki nilai sejarah.
Jalan setapak menuju Goa Jepang dengan di kelilingi pohon yang rindang dan wisatawan bisa menikmati pemandangan salah satu pohon yang unik dengan akar yang merambat pas di pintu masuk mulut Gua Jepang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar